Selasa, 26 /04/ 2011 09:00
JAMBI – Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) akan mengkaji untuk melaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) jika laporan dugaan kebocoran dana pramuka jumlahnya terlalu besar. Namun, hingga saat ini dirinya mengaku belum membaca laporan rekomendasi dari Inspektorat Provinsi Jambi. “Saya belum membaca Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Inspektorat, tapi kalau jumlahnya terlalu besar kita akan kaji. Kita lihat nantilah,” katanya kepada wartawan kemarin.
Menurut dia, saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan interent soal kebocoran dana ini. Pihaknya masih akan memita keterangan kepada berbagai pihak pengurus Kwarda Pramuka terkait aliran dana tersebut. “Sesuai prosedur internal, kita akan kaji dulu kemana dana itu. Karena itu saya minta Inspektorat untuk mengkaji berapa besar kebocoran. Jika memang ada kebocoran, harus ditanyakan apa alasan dari Pengurus Kwarda Pramuka,” katanya. Untuk sementara ini, pihaknya masih menelusuri masalah ini. Namun jika ada kebocoran, gubernur meminta agar dana tersebut dikembalikan. “Kalau memang ada kebocoran kita minta dananya dikembalikan,” tegasnya.
Sementara soal penyelidikan yang sudah dilakukan Kejati dimintanya untuk tetap berkoordinasi dengan Pemprov Jambi. “Itu masih interent kita, tapi saya minta koordinasilah untuk masalah ini,” katanya. Seperti diketahui, meskipun gubernur mengaku belum membaca namun Inspektorat Provinsi Jambi sudah menyerahkan rekomendasi LHP pada gubernur Jambi beberapa hari lalu. Dugaan penggelapan dana tersebut bersumber dari pengelolaan kebun sawit yang dimiliki oleh Kwarda Jambi. Kebun tersebut terletak di Dusun Mudo, Tungkal Ulu, Tanjungjabung Barat (Tanjabbar), dengan luas mencapai 400 hektar. Pimpinan LSM Sembilan, Damhuri mengatakan penggelapan dana tersebut mencapai angka Rp 167,2 miliar. Dana sebesar tersebut dihitungnya sejak panen perdana pada tahun 1996 lalu hingga September 2010.
Sementara Kwarda Pramuka dinilainya tidak pernah melakukan kegiatan apapun selama keberadaannya. “Adapun kegiatan semuanya dibiayai APBD termasuk infrastruktur dan operasionalnya,” kata dia. Sementara sumber Posmetro Jambi lain menyebutkan, dari audit yang mereka lakukan terhadap aliran dana pengelolaan kebun sawit seluas 400 hektare oleh Kwarda Pramuka pada dua tahun terakhir saja mencapai angka Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar. Sedangkan, sumber lain mengatakan angka kebocorannya hanya mencapai Rp 3 miliar. Sedangkan pihaknya Kepala Kejati, BD Nainggolan mengakui jika pihaknya tengah menyelidiki kasus ini. Saat ini pihaknya sedang pengumpulan data (puldata). Informasinya, Kepala Biro Ekonomi Pembangunan dan SDA yang juga sebagai bendaraha Kwarda Pramuka sudah kejati untuk dimintai keterangan. Begitu juga dengan salah satu pimpinan PT IIS yang dimintai data oleh pihak Kejati.
Uang Tidak Disetor Tiap Bulan
Sementara itu, dari sumber ini juga dilaporkan dalam rekomendasi yang disampaikan Inspektorat Provinsi Jambi menyatakan kebocoran yang terjadi pada kas kwarda pramuka hanyalah mencapai Rp 3 miliar saja. Namun, itu hanya audit dua tahun terakhir yakni 2009 dan 2010.
Dari rekomendasi tersebut, pada setiap tahunnya dilaporkan hasil pengelolaan kebun mencapai Rp 4 miliar pertahunnya. Pada tahun 2009 tercatat pengelolaan menghasilkan Rp 4,106 sedangkan di tahun 2010 pemasukan menurun menjari Rp 4,056. Namun terdapat kejanggalan karena dalam laporan itu ada bulan pada setoran dari PT Inti Indosawit Subur (IIS) tidak ada setoran,. “ Kan aneh tidak mungkin, tidak ada setoran dalam tiap bulannya. Walapun hanya seribu rupiah. Ini kosong saja,” katanya.
Benar saja, dalam bukti yang didapatkan Posmetro Jambi, ternyata pada laporan tahun 2009 memang setoran penuh setiap bulannya, namun penghasilan relative menurun pada setiap bulannya. Pada bulan Janurari tercatat sebear Rp 404 juta, selanjutnya menurun menjadi Rp 261 juta, berikutnya turun lagi menjadi Rp 224. Berikutnya pada tahun 2009 itu berturut turut hingga bulan Desember sebesar Rp 289,
Rp 337, Rp 427, Rp 331 Rp 367, Rp 388 Rp 346 Rp 367 dan Rp 337.
Sementara di tahun 2010, pada bulan Januari pemasukan hanya sebesar Rp 320 kemudian Februari turun menjadi Rp 242 kemudian turun lagi menjadi Rp 231. pada bulan April naik menjadi Rp 302, namun jatuh lagi dibulan Mei menjadi Rp 273. Ironisnya, pada bulan Juni tidak ada pemasukan sama sekali. Dan dibulan berikutnya naik signifikan menjadi Rp 556, selanjutnya Rp 312, Rp 360, Rp 393, Rp 452 dan terakhir di bulan desember naik menjadi Rp 661. “Memang pada tahun ini tidak begitu banyak kosong, tapi tahun-tahun sebelumnya banyak sekali yang kosong,” sebut sumber. Pada tahun 2003 misalnya, dalam tiga bulan berturut-turut terjadi kekosongan pemasukan.yani terjadi di bulan April, Mei dan Juni. Sementara di tahun 2004 dibulan oktober juga tidak ada pemasukan. Ditahun 2005, kekosongan terjadi pada bulan Februari dan Desember. Sedangkan di tahun 2006, sebutnya, kekosongan terjadi pada bulan April dan September. Sementara di tahun 2007 kekosongan juga cukup banyak, yakni pada bulan Februari, Juni, September dan Desember. Sedangkan di tahun 2008 kekosongan terjadi pada bulan Februari, Juni Agustus dan Desember. (apj)
sumber: http://metrojambi.com/
0 komentar:
Posting Komentar