Senin, 30 Mei 2011

Logo dan Tema 66 Tahun Republik Indonesia Tahun 2011

Rabu, 18 Mei 2011

Logo:

Tema:

Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945,
Kita Tingkatkan Kesadaran Hidup dalam ke-Bhinneka-an
untuk Kokohkan Persatuan NKRI, Kita Sukseskan
Kepemimpinan Indonesia dalam Forum ASEAN
untuk Kokohkan Solidaritas ASEAN


sumber: www.setneg.go.id

Kamis, 26 Mei 2011

Kejati Tetap Tindaklanjuti

Rabu, 25 /05/ 2011 11:30

Dugaan Penyimpangan Dana Pramuka
JAMBI
– Meski ada upaya sejumlah pihak untuk mengembalikan dana pramuka yang diduga diselewengkan, namun pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, tetap akan menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan pengelolaan dana Pramuka yang diperkirakan sebesar Rp 3 miliar itu. Hal ini ditegaskan Asisten Intelijen Kejati Jambi, Andi M Iqbal Arief, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan kemarin (24/05).

Dikatakan Andi, kini pihaknya masih melakukan pengumpulan data (puldata). “Ini akan terus berlanjut,” tegasnya. Mengenai adanya upaya pengembalian dana oleh sejumlah pihak, Andi, mengatakan pihaknya tetap akan menindaklanjuti laporan sesuai laporan ke Kejaksaan. “Silakan saja, itu urusan Inspektorat. Kita tetap akan cek penggunaan dana yang katanya ada 3 miliar itu,” tegasnya.


Ditanya mengenai adanya informasi pihak Inspektorat ke Kejati Jambi, Andi, mengaku tidak mengetahuinya. “Kalau pun ada mungkin hanya menyerahkan data,” pungkasnya. Sebelumnya, penyidik meminta keterangan dari pihak inspektorat, Riko Febrianto, Inspektur II yang juga melakukan pemeriksaan terhadap dugaan penyimpangan dana Pramuka. (ria)

sumber: metrojambi.com

Jumat, 20 Mei 2011

Meluruskan Boedi Oetomo dan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei


Tanggal berdirinya Budi Utomo sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi… Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukkan wajah barat” (Robert van Niels).

SEJARAH memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Dengan kekuasaan itu pula, tiap tanggal 20 Mei pemerintah memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), mengacu pada organisasi Boedi Oetomo yang didirikan pada 20 Mei 1908.

Sebuah kekeliruan yang nyata bila Boedi Oetomo yang didirikan pada 1908 diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Harkitnas). Karena tiga tahun Boedi Oetomo lahir, pada tanggal 16 Oktober 1905 sudah berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di Surakarta yang didirikan oleh Haji Samanhoedi.

SDI jelas mempunyai arah perjuangan memajukan ekonomi pribumi dan melawan hegemoni asing. SDI yang bercorak Islam dan nasionalis, tidak tersekat-sekat dalam kedaerahan yang sempit.

….Sarekat Islam (SI) bercorak Islam dan nasionalis, tidak tersekat-sekat dalam kedaerahan yang sempit….

SDI yang kemudian pada 10 September 1912 menjadi Sarekat Islam (SI), meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar, yaitu: Pertama, asas agama Islam sebagai dasar perjuangan. Kedua, asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi. Ketiga, asas sosial ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.

Mengenai alasan menjadikan Islam sebagai asas gerakan, baik H. Samanhoedi ataupun para tokoh Sarekat Islam lainnya, beralasan agar ruh Islam menyatu dalam setiap langkah pergerakan. Selain itu, hal ini juga untuk menunjukkan sikap kepada Belanda, yang berupaya menjauhkan Islam dari politik. (Lihat: M.A. Gani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, hal. 15)

….Sarekat Islam memajukan ekonomi pribumi dan melawan hegemoni asing dan kolonial Belanda…

SDI yang kemudian menjadi SI lebih jelas mengedepankan kepentingan Islam-nasional-pribumi dan tidak dibentuk oleh kepentingan kolonial. Bahkan, SI jelas-jelas menolak segala pelecehan terhadap Islam yang ketika itu marak dilakukan oleh kelompok Boedi Oetomo. Karena itu, menjadikan Boedi Oetomo sebagai organisasi yang melandasi kebangkitan nasional adalah sebuah distorsi sejarah, bahkan bisa disebut sebagai “de-islamisasi” fakta sejarah.

Usaha untuk menjadikan sejarah berdirinya SDI sebagai Harkitnas pernah diusulkan oleh umat Islam. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan tahun 1956, umat Islam mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI sebagai Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Sayang, usulan itu sampai saat ini belum jadi kenyataan.

Kritik terhadap dijadikannya Boedi Oetomo sebagai landasan kebangkitan nasional tak hanya datang dari umat Islam.

Peneliti Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi Utomo sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukkan wajah barat. ” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia, hal. 82-83).

….Tanggal berdirinya Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional adalah keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja….

Pada masa lalu, kelompok nasionalis-sekular yang berada dalam pengaruh Freemason dan Theosofi, didukung oleh elit-elit kolonial sehingga berhasil menentukan siapa aktor dan tokoh dalam panggung sejarah di negeri ini. Maka sudah saatnya ketika umat Islam memiliki akses ke jantung kekuasaan, mempunyai ikhtiar untuk meluruskan sejarah yang penuh selubung dan distorsi ini. Fakta sejarah harus diungkap dengan tinta emas berlapis kejujuran, bukan dengan tinta hitam yang sarat kepentingan.

Tulisan ini adalah ikhtiar untuk mengungkap sejarah dengan fakta-fakta yang terang dan apa adanya. Fakta-fakta sejarah ini, mungkin pada masa lalu tertutup selubung kekuasaan yang mempunyai kepentingan untuk memutus mata rantai peran umat Islam dalam pentas nasional di negeri ini. Upaya memarginalkan peran umat Islam dalam kiprah pergerakan nasional berujung pada “de-islamisasi fakta sejarah”. Ironisnya, sampai hari ini umat Islam masih memahami sejarah dalam kaca mata buram penguasa! [artawijaya/voa-islam.com]

Harkitnas dan Boedi Oetomo dalam Bayang-bayang Freemason & Theosifi


Oleh: Artawijaya*

Setiap tanggal 20 Mei pemerintah memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), mengacu pada organisasi Boedi Oetomo (BO) yang didirikan pada 20 Mei 1908. Anehnya, kedekatan BO dengan organisasi Freemason tak pernah diungkap sejarah. Ada apa?

Het Jong Javaasche Verbond Boedi Oetomo atau Ikatan Pemuda Jawa Boedi Oetomo didirikan di Gedung STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen), Batavia, pada 20 Mei 1908. Tahun berdirinya BO sama dengan tahun munculnya Gerakan Turki Muda (Young Turk Moment). Gerakan Turki Muda (Young Turk Movement) yang dipimpin oleh Mustafa Kemal At-Taturk juga mengadakan revolusi kebangkitan nasional. Gerakan ini berhasil menumbangkan kekhilafahan Islam, dan mengganti hukum Islam menjadi hukum sekular. Aktivis Turki Muda banyak didominasi oleh para sekularis. Bahkan, At-Taturk sendiri adalah anggota jaringan Freemason yang sangat anti dengan syariat Islam.

Mengenai Gerakan Revolusi Turki Muda, pendiri Boedi Oetomo yang juga anggota Theosofi, dr Soetomo mengatakan, “Perkembangan yang terjadi di Turki adalah petunjuk jelas bahwa “cita-cita Pan-Islamisme” telah digantikan oleh nasionalisme.” Soetomo adalah tokoh Boedi Oetomo yang banyak melontarkan pelecehan terhadap Islam dan mengagumi gerakan kebangsaan yang terjadi di Turki.

Nama Boedi Oetomo diambil dari bahasa Sanskerta, ”Bodhi” atau ”Buddhi” yang berarti keterbukaan jiwa, pikiran, kesadaran, akal, dan daya untuk membentuk dan menjunjung konsepsi ide-ide umum. Sedangkan Oetomo berasal dari kata ”Uttama” yang berarti tingkat kebajikan utama. Jadi, BO bisa disebut sebagai organisasi yang mengedepankan keterbukaan akal sebagai tingkat kebajikan utama. Mereka menyebut ”budi” sebagai puncak kegiatan moral manusia dan mengendalikan akal dan watak seseorang.

….Soetomo adalah tokoh Boedi Oetomo yang banyak melontarkan pelecehan terhadap Islam….

Boedi Oetomo adalah organisasi yang kental dengan nilai-nilai kebatinan. Para aktivisnya mengaku ingin menyatukan antara kultur dan tradisi Jawa dengan pendidikan Barat. BO ingin memadukan antara modernisasi Barat dan mistis Timur. Ki Wiropoestoko, anggota BO Surakarta mengatakan, “Berdirinya Boedi Oetomo semata-mata merupakan hasil elit Jawa yang telah memperoleh pendidikan barat. ”Sementara sejarawan Robert van Niels, penulis bukunya Munculnya Elit Modern Indonesia menyebut BO sebagai organisasi yang mengikuti garis-garis barat. Ia juga menyebut BO dan Jong Java sebagai organisasi yang bersifat Theosofis dan agnostik.

Penggagas organisasi BO, dr Wahidin Soediro Hoesodo adalah anggota Theosofi, sebuah perkumpulan kebatinan yang berlandaskan pada tradisi Kabbalah Yahudi yang didirikan oleh Helena Petrovna Blavatsky. Selain Theosofi, para ketua dan aktivis BO juga masuk sebagai anggota Freemason. Anehnya, tentang kedekatan organisasi ini dengan kelompok Theosofi dan Freemason tak pernah diungkap dalam buku-buku sejarah di sekolah.

Penulis buku Api Sejarah, sejarawan Ahmad Mansur Suryangera menyebut BO sebagai organisasi yang lebih mencerminkan gerakan kejawen yang anti Islam, ketimbang organisasi yang mengusung nasionalisme. Sejarawan yang banyak mengoreksi penyimpangan-penyimpangan sejarah di Indonesia ini juga menyebut BO sebagai organisasi yang bersifat kedaerahan. Tapi sayang, dalam Api Sejarah Mansur Suryanegara tak mengungkap hubungan antara BO dengan organisasi Freemason di Hindia Belanda. Padahal, dokumen-dokumen sejarah yang mengungkap soal ini begitu banyak.

Dr. Th Stevens penulis buku Vrijmetselarij en Samenlaving in Nederlands Indie en Indonesie 1764-1962 (Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962) menyebutkan bahwa Freemasonry memperoleh aktualitas yang besar dengan munculnya gerakan nasionalis modern di Jawa. Kata pengantar buku ini menyebutkan dengan jelas, bahwa Freemason menjalin hubungan dengan satu organisasi politik Indonesia pertama ”Budi Utomo” (Lihat, hal. XVIII dan hal. 331)

Raden Adipati Surjo sebagai anggota Freemason, berharap pemimpin muda dari gerakan nasional, seperti Boedi Oetomo dapat dicapai dengan asas-asas Masonik (doktrin-doktrin Freemason, pen). Tak heran, jika Freemason yang mempunyai hubungan erat dan BO, memiliki peran yang cukup signifikan dalam gerak nasionalisme di negeri ini. Mereka menginginkan nasionalisme yang muncul adalah nasionalisme yang berlandaskan humanisme, suatu paham yang menjadi doktrin tertinggi Freemason. Paham humanisme menempatkan manusia sebagai makhluk ”superior” yang berhak dan bebas menentukan kehendak, termasuk membuat aturan hukum sendiri.

….Mereka menginginkan nasionalisme yang berlandaskan humanisme, suatu paham yang menjadi doktrin tertinggi Freemason….

Freemason atau dalam bahasa Belanda disebut Vrijmetselarij, pada masa lalu dikenal oleh masyarakat Jawa dengan sebutan ”Golongan Kemasonan”. Para Yahudi Belanda yang aktif dalam organisasi ini begitu gencar mempropagandakan doktrin-doktrin Freemason terhadap elit-elit di Jawa, khususnya kalangan kraton. Buku Gedenkboek van de Vrijmetselaren in Nederlandsche Oost Indie 1767-1917 (Buku Kenang-Kenangan Freemasonry di Hindia Belanda 1767-1917) yang diterbitkan oleh tiga loge besar; Loge de Ster in het Oosten (Batavia), Loge La Constante et Fidale (Semarang), dan Loge de Vriendschap (Surabaya) memuat tulisan yang mengajak masyarakat Jawa memahami hakekat organisasi Freemason atau Kemasonan. Bahkan, pemimpin tertinggi Freemason di Hindia Belanda pada 1914-1917, Andre de La Porte, membuat sebuah artikel berjudul ”De Javaasche Beweging in het Teeken van de Vrijmetselarij” (Kebangkitan Jawa dalam Gerak Freemason).

FAKTA-FAKTA KEDEKATAN BOEDI OETOMO DENGAN FREEMASON

Pertama, Kedekatan BO dengan Freemason terlihat pada masa-masa awal BO didirikan. Kongres pertama BO yang berlangsung pada 3-4 Oktober 1908 di Jogjakarta awalnya ingin dilaksanakan di Loge milik Freemason. Namun, karena loge tersebut telah lebih dulu dipakai untuk acara pameran lukisan, kongres BO yang rencananya diadakan di loge tersebut urung dilaksanakan. ”Adapoen roemah jang patut akan tempat kongres itu sebetoelnya logegebouw (bangunan loge Freemasonry, pen) orang Banjak di Djokja menamakan dia “roemah setan”, akan tetapi sajang pada waktu itoe roemah soedah diizinkan kepada seorang toean, akan diadakan tentoonstelling (pameran) gambar-gambar…” demikian seperti dikutip dari buku Pitut Soeharto dan Drs A Zainoel Ihsan, ”Cahaya Di Kegelapan: Capita Selecta Kedua Boedi Oetomo dan Sarekat Islam. ”

Kedua, Kedekatan BO dengan organisasi Freemason dan Theosofi juga bisa dilihat setahun setelah berdirinya organisasi tersebut. Buku Soembangsih Gedenkboek Boedi Oetomo 1908-1918 yang diterbitkan di Amsterdam, Belanda, untuk mengenang 10 tahun berdirinya BO, memuat laporan bahwa pada 16 Januari 1909, di Loge de Ster in het Oosten (Loji Bintang Timur), Batavia, ratusan anggota BO berkumpul untuk mendengarkan pidato umum dari Dirk van Hinloopen Labberton, orang Belanda yang disebut oleh aktivis BO sebagai ”Bapak Kebatinan” yang kemudian menjadi Ketua Nederlandsche Indische Theosofische Vereeniging (Theosofi Cabang Hindia Belanda).

….Pada 16 Januari 1909, ratusan anggota Boedi Oetomo berkumpul untuk mendengarkan pidato Dirk van Hinloopen Labberton, Ketua Theosofi Cabang Hindia Belanda..

Dalam pidato berjudul ”Theosofische in Verband met Boedi Oetomo” (Theosofi dalam Kaitannya dengan Boedi Oetomo), Labberton bicara tentang masalah agama, tujuan Theosofi, dan hubungannya dengan hari depan bangsa Jawa. Labberton mampu membuat para anggota BO untuk tertarik masuk sebagai anggota organisasi kebatinan Yahudi tersebut. Labberton pada waktu itu adalah anggota Komisi Bacaan Rakyat (Volks Bibliotheek) yang mempengaruhi berdirinya BO. Labberton menyebut berdirinya BO sebagai ”kesadaran moral”.

Mengapa acara ceramah umum (openbare) tersebut diadakan di loge Freemason? Karena antara Freemason dan Theosofi tak jauh beda. Pada masa lalu, anggota Freemason juga aktif di Theosofi, begitupun sebaliknya. Yang cukup mengejutkan, seolah sudah ada yang merencanakan, lokasi tempat diadakannya ceramah umum Labberton yang dulu bernama Vrijmetselarijweg (Jalan Freemasonry), saat ini berganti nama menjadi Jalan Budi Utomo.

Selain Labberton, tokoh lain yang dekat dengan Boedi Oetomo adalah Godard Arend Hazeau, Penasihat Urusan Pribumi Pemerintah Hindia Belanda. Hazeau datang ke Indonesia dengan bekerja sebagai guru Willem III Grammar School dan asisten Snouck Hurgronye. Hal yang menjadi perhatian Hazeau adalah pendidikan yang netral atau bahkan bercorak Kristen untuk para murid Islam. Selain itu, Hazeau juga banyak memberikan masukan terhadap pemerintah kolonial terkait bagaimana pemerintah bersikap terhadap organisasi pergerakan nasional yang bercorak Islam, seperti Sarekat Islam, dan organisasi Islam lainnya yang dipandang fanatik dan ekstrem. Sikap berbeda ditunjukkan Hazeau terhadap Boedi Oetomo, yang banyak mendapat perhatian lebih, karena kesamaannya dalam memandang pergerakan Islam.

Ketiga, Bukti lain mengenai kedekatan BO dengan Freemason bisa dilihat dari kiprah Paku Alam V, yang merupakan anggota Freemason, yang banyak membantu terselenggaranya kongres Boedi Oetomo di Surakarta. Kongres yang pernah diadakan di loge milik Freemason banyak dihadiri oleh para aktivis kebangsaan yang juga anggota Freemason. Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Abdurachman Surjomihadrjo, dalam Kata Pengantar buku ”Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918”, karya peneliti Jepang, Akira Nagazumi, mengatakan, “Paku Alam memberikan pengaruh pada terselenggaranya kongres-kongres Boedi Oetomo, khususnya mereka yang ada hubungannya dengan gerakan Mason (Freemasonry). ” Penjelasan serupa juga ditulis Abdurrachman Surjomihardjo dalam buku ”Budi Utomo Cabang Betawi” yang menyebut Paku Alam VII mengizinkan Loge Mataram dijadikan tempat kongres BO kedua.

Keempat, Fakta sejarah lainnya mengenai kedekatan BO dengan Freemason dan Theosofi adalah pertemuan akbar yang dilakukan dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1918. Acara peringatan tersebut diadakan di Belanda, di sebuah loge milik Theosofi. Mereka yang berkumpul dalam perayaan tersebut selain para aktivis Freemason Belanda, juga dihadiri oleh tokoh-tokoh nasionalis-Jawa seperti Ki Hadjar Dewantara dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Surat Kabar Oedaya pada 1923 memuat foto para aktifis BO dan Theosofi dengan tulisan ”Masyarakat Indonesia Memperingati 10 Tahun Boedi Oetomo di rumah (loge, red) Theosofi, Mei 1918 di Negeri Belanda. ”

Kelima, Kedekatan BO dengan Freemason juga bisa dilihat dalam paper berjudul The Freemason in Boedi Oetomo yang ditulis oleh C. G van Wering pada 1979. ven Wering menulis tentang elit power atau intelektual dari kalangan priayai Jawa, yang kebanyakan aktifis BO, sekaligus anggota Freemason. Tulisan van Wering ini dikutip dalam buku buku biografi Dr Radjiman Wediodiningrat berjudul ”DR. K. R. T Radjiman Wediodiningrat Perjalanan Seorang Putra Bangsa 1879-1952. ”

PARA KETUA BOEDI OETOMO ADALAH ANGGOTA FREEMASON

Ketua BO yang sangat kental dengan pemikiran Freemason dan Theosofi adalah Radjiman Wediodiningrat. Radjiman menjadi ketua BO pada periode 1914-1915. Ia masuk menjadi anggota Freemason pada 1913, selain juga aktif dalam perkumpulan Theosofi. Radjiman adalah orang pribumi yang mendapat kehormatan dari Freemason Hindia Belanda dengan dimuatnya artikel karyanya berjudul ”Een Broderketen Volks (Persaudaraan Rakyat)” dalam buku ”Kenang-Kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917”. Tentu, jika bukan bagian dari orang-orang penting dalam jaringan Freemasonry, tulisan Radjiman tak mungkin dimasukkan dalam buku yang menjadi bukti sejarah keberadaan para Mason di Hindia Belanda ini.

Radjiman adalah seorang Mason yang menjadi salah satu the founding fathers negeri ini, tokoh yang pernah memimpin jalannya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam catatan sejarah, persidangan yang dipimpin Radjiman ini tercatat sebagai awal dari lahirnya dasar negara Indonesia, Pancasila, setelah sebelumnya masing-masing kelompok berdebat dan mengajukan usulan soal asas negara. Tokoh-tokoh Islam seperti M Natsir mengajukan Islam sebagai dasar negara, sedangkan tokoh-tokoh nasionalis-sekular mengajukan ideologi Pancasila.

Para ketua BO lainnya juga adalah anggota Freemasonry, seperti R. A Tirtokoesoemo, ketua BO pertama (1908-1911) yang juga pernah menjadi bupati Karang Anyar, Pangeran Ario Notodirodjo (Ketua BO kedua tahun 1911-1914), dan R. M. A Soerjosoeparto alias Mangkunegara VII (Ketua BO keempat tahun 1915-1916). RM Tirtokoesoemo dan Pengeran Ario Notodirodjo adalah anggota Freemasonry Loge Mataram Yogyakarta. Ketua BO selanjutnya, meski tak menjadi anggota Freemason, tetapi menjadi anggota Theosofi, seperti M Ng Dwijo Sewojo (1916), dan R. M. A Woerjaningrat (1916-1921).

….Boedi Oetomo makin tidak berpihak kepada umat Islam. Karena itu, masa-masa yang genting dari organisasi ini selalu meminggirkan aspirasi umat Islam….

Dalam perjalanan sejarahnya kemudian, BO makin terlihat tidak berpihak kepada umat Islam. Karena itu, masa-masa yang genting dari organisasi ini adalah ketika berhadapan dengan umat Islam yang merasa keberadaan dengan sikap BO yang selalu meminggirkan aspirasi umat Islam. Karena itu, di beberapa daerah yang menjadi basis umat Islam seperti Batavia, Boedi Oetomo sulit untuk mendapatkan pengaruh.

Upaya untuk mengajak BO agar berpihak pada umat Islam bukan tak pernah dilakukan. Mohammad Tohir, seorang anggota organisasi ini bahkan pernah mengusulkan kepada BO untuk membantu masjid-masjid agar bisa meraih simpati umat Islam. Namun, usulan ini ditolak dan organisasi ini tetap pada pendiriannya yang “netral agama”. Usaha untuk menarik simpati umat Islam ini ditentang oleh Radjiman Wediodiningrat.

Tokoh BO lainnya, Tjipto Mangoenkoesoemo, juga begitu sinis dalam memandang Pan-Islamisme. Pada tahun 1928, Tjipto berkirim surat kepada Soekarno yang isinya mengingatkan kaum muda untuk berhati-hati akan bahaya Pan-Islamisme yang menjadi agenda tersembunyi H. Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto. Tjipto khawatir, para aktivis Islam yang disebut akan mengusung Pan-Islamisme itu bisa menguasai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jika mereka berhasil masuk ke dalam PPKI, Tjipto mengatakan, cita-cita gerakan kebangsaan akan hancur.

MELURUSKAN KEKELIRUAN HARKITNAS

Sejarah memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Jika pada masa lalu, kelompok nasionalis-sekular yang berada dalam pengaruh Freemason dan Theosofi, didukung oleh elit-elit kolonial, berhasil menentukan siapa aktor dan tokoh dalam panggung sejarah di negeri ini, maka sudah saatnya ketika umat Islam memiliki akses ke jantung kekuasaan, mempunyai ikhtiar untuk meluruskan sejarah yang penuh selubung dan distorsi ini. Fakta sejarah harus diungkap dengan tinta emas berlapis kejujuran, bukan dengan tinta hitam yang sarat kepentingan.

Jika BO didirikan pada 1908, maka jauh sebelum itu, tanggal 16 Oktober 1905 sudah berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di Surakarta yang didirikan oleh Haji Samanhoedi. SDI jelas mempunyai arah perjuangan memajukan ekonomi pribumi dan melawan hegemoni asing. SDI bercorak Islam dan nasionalis, tidak tersekat-sekat dalam kedaerahan yang sempit. SDI yang kemudian pada 10 September 1912 menjadi Sarekat Islam (SI), meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar, yaitu: Pertama, asas agama Islam sebagai dasar perjuangan. Kedua, asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi. Ketiga, asas sosial ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.

Mengenai alasan menjadikan Islam sebagai asas gerakan, baik H. Samanhoedi ataupun para tokoh Sarekat Islam lainnya, beralasan agar ruh Islam menyatu dalam setiap langkah pergerakan. Selain itu, hal ini juga untuk menunjukkan sikap kepada Belanda, yang berupaya menjauhkan Islam dari politik. (Lihat: M.A. Gani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, hal. 15)

SDI yang kemudian menjadi SI lebih jelas mengedepankan kepentingan Islam-nasional-pribumi dan tidak dibentuk oleh kepentingan kolonial. Bahkan, SI jelas-jelas menolak segala pelecehan terhadap Islam yang ketika itu marak dilakukan oleh kelompok Boedi Oetomo. Karena itu, menjadikan BO sebagai organisasi yang melandasi kebangkitan nasional adalah sebuah distorsi sejarah, bahkan bisa disebut sebagai “de-islamisasi” fakta sejarah.

Usaha untuk menjadikan sejarah berdirinya SDI sebagai Harkitnas pernah diusulkan oleh umat Islam. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan tahun 1956, umat Islam mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI sebagai Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Sayang, usulan itu sampai saat ini belum jadi kenyataan.

….Tanggal berdirinya Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional adalah keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja….

Kritik terhadap dijadikannya BO sebagai landasan kebangkitan nasional tak hanya datang dari umat Islam. Peneliti Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi Utomo sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukan wajah barat. ” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia, hal. 82-83).

Tulisan ini adalah ikhtiar untuk mengungkap sejarah dengan fakta-fakta yang terang dan apa adanya. Fakta-fakta sejarah ini, mungkin pada masa lalu tertutup selubung kekuasaan yang mempunyai kepentingan untuk memutus mata rantai peran umat Islam dalam pentas nasional di negeri ini. Upaya memarginalkan peran umat Islam dalam kiprah pergerakan nasional berujung pada “de-islamisasi fakta sejarah”. Ironisnya, sampai hari ini umat Islam masih memahami sejarah dalam kaca mata buram penguasa! [voa-islam.com]

*Penulis buku “Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara” dan “Gerakan Theosofi di Indonesia”, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.

Kejati Minta Keterangan Inpektorat Provinsi

Terkait Dana Pramuka

JAMBI – Bagian Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, mulai melakukan pemeriksaan terkait dugaan penyimpangan dana keuangan Pramuka Provinsi Jambi, yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Kemarin (18/05), tim penyidik memintai keterangan dari Riko Febrianto, Inspektur II, Inspektorat Provinsi Jambi yang melakukan pemeriksaan terkait penyimpangan dugaan dana Pramuka.

Terkait pemeriksaan tersebut, Asisten Intelijen Kejati Jambi, Andi M Iqbal Arief, mengatakan, hanya bertujuan untuk mengetahui hasil pemeriksaa internal Inspektorat, apa saja temuan inspektorat. “Selain itu, kita mau mengetahui siapa saja yang telah diperiksa oleh inspektorat, dan sejauh mana hasil dan batasan pemeriksaan yang mereka lakukan,’ katanya. Ketika ditanya, indikasi yang telah ditemukan terkait pengelolaan dana Pramuka, Andi Asintel, belum bersedia membeberkannya. “Indikasinya belum bisa kita sebutkan, karena ini baru puldata, dan kita juga akan mendalami dari awal. Karena insepktorat juga memeriksa dari Mei 2009 hingga Maret 2011. ini akan kita dalami dulu,” terangnya.

Selain itu, tambah Andi, pihaknya juga masih menunggu data terkait dana pramuka tersebut. Karena sebelumnya, bendahara Pramuka menyebutkan, data dokumen-dokumen masih di Inspektorat. “saat ditanya, Inspektorat mengaku sudah dikembalikan,” ujar Andi. Namun Andi mengaku, untuk memintai keterangan dari Inspektorat sudah dianggap cukup. Untuk selanjutnya, pihaknya akan memanggil dan memintai keterangan pengurus Pramuka. “Nanti mereka juga akan kita mintai keterangan,” pungkasnya.

Untuk diketahui, dana tersebut berasal dari kebun sawit yang dimiliki oleh kwarda Jambi. Kebun tersebut terletak di Dusun Mudo, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Dugaan penggelapan ini, juga sebelumnya telah diperiksa oleh inspektorat Provinsi Jambi. hanya saja belum diketahui hasil pemeriksaan tersebut. Dari audit yang mereka lakukan terhadap aliran dana pengelolaan kebun sawit seluas 400 hektare oleh Kwarda Pramuka pada dua tahun terakhir saja mencapai angka Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar. Sedangkan, sumber lain mengatakan angka kebocorannya hanya mencapai Rp 3 miliar. (ria)

sumber: metrojambi.com

Jumat, 13 Mei 2011

Gubernur: Inspektorat & Kejati Bisa Kerja Sama

Jumat, 13 /05/ 2011 09:00

Tuntaskan Soal Kebocoran Dana Pramuka

Hasan Basri Agus

Hasan Basri Agus

JAMBI–Kebocoran dana Pramuka sebesar Rp 3 miliar sesuai dengan audit Inspektorat Jambi pada tahun 2009 dan 2010 masih terus ditindaklanjuti. Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus mengatakan, untuk menuntaskan masalah ini bisa saja Inspektorat dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) bekerjasama. Apalagi, Wakil Gubernur (Wagub) Jambi, Fachrori Umar pernah mengatakan persoalan ini akan diserahkan ke Kejati karena sudah menyangkut persoalan hukum.

Karena itulah Gubernur mengatakan sepanjang itu diperlukan semuanya akan dilakukan. “Kita lihat nantilah. Tapi sepanjang itu diperlukan kerjasama Inspektorat dan Kejati, kenapa tidak,” tegasnya. Namun soal tugas Inspektorat, Gubernur mengatakan, sudah dilaksanakan sesuai aturannya, yakni meminta pengembalian kebocoran dana Pramuka senilai Rp 3 miliar tersebut. “Yang jelas Inspektorat sudah laksanakan tugas untuk meminta pengembalian dana itu dan sebagian sudah ada yang mengembalikan,” katanya. Untuk sementara ini, Gubernur menyerahkan penuntasan tindak lanjut temuan ini pada Wagub dan Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi. Sejauh ini, dia memang belum mendapat laporan terkait tindak lanjut itu. “Saya masih menunggu laporan tindaklanjutnya dari Wagub dan Sekda. Karena persoalan ini sudah saya serahkan kepada mereka untuk menindaklanjutinya,” kata Gubernur.

Menurut Gubernur memang dalam temuan Inspektorat terdapat kebocoran dana ini. Kebocoran tersebut yakni terdapat pada kekeliruan dalam pembayaran, yakni berupa sistem pembayaran yang salah dan administrasi yang keliru. “Namun sudah ditindaklanjuti dan sebagian sudah dikembalikan,” jelasnya. Gubernur menyatakan, sebaiknya tindak lanjut temuan ini segera diselesaikan. Sehingga bisa dilakukan pembinaan ke dalam. “Selesaikan pemeriksan internal dulu, karena kesalahan itu persoalan adminstrasi dan sistem. Itu yang perlu kita perbaiki ke depannya,” kata dia. Seperti diketahui, kebocoran dana Kwarda Pramuka Provinsi Jambi pada pos pemasukan dari hasil pengelolaan kebun sawit seluas 400 hektar di Dusun Mudo, Tungkal Ulu, Tanjungjabung Barat (Tanjabbar) yang dikelola PT Inti IndoSawit Subur diduga sudah terjadi sejak puluhan tahun silam, namun baru kali ini dilakukan audit. Itupun hanya audit penghasilan pada tahun 2009 dan 2010 saja.

Padahal, dugaan kebocoran ini menurut Pimpinan LSM Sembilan, Damhuri, mencapai angka Rp 167,2 miliar. Dana sebesar itu dihitungnya sejak panen perdana pada tahun 1996 lalu hingga September 2010. Ia juga menilai Kwarda Pramuka tidak pernah melakukan kegiatan apapun selama keberadaannya. “Adapun kegiatan semuanya dibiayai APBD termasuk infrastruktur dan operasionalnya,” kata dia. Bagian Intelijen Kejati Jambi sebelumnya juga mengatakan sedang melakukan pengumpulan data (pul data) dan dokumen. ‘’Kendala sekarang dokumen-dokumen itu masih di tangan Inspektorat. Jadi, sekarang kami masih menunggu data tersebut,’’ tukas Asintel Kejati Jambi, Andi M Iqbal Arief seraya mengaku juga sudah meminta keterangan sejumlah pihak. ‘’Kami belum bisa menyebutkan siapa yang diperiksa tersebut, karena ini masih pul data,’’ tandasnya. (apj)

sumber: metrojambi.com

Selasa, 10 Mei 2011

Kebocoran Dana Pramuka: ICW Pantau Dana Pramuka Jambi

Tribun Jambi - Rabu, 11 Mei 2011 09:10 WIB
JAMBI, TRIBUNJAMBI.COM - Kejaksaan Tinggi Jambi tidak perlu menunggu Inspektorat Wilayah Provinsi Jambi menyerahkan data-data untuk mengusut dugaan korupsi dana pramuka senilai miliaran rupiah. Sebab, data laporan masyarakat sudah bisa menjadi pegangan Kejati Jambi melangkah.

"Pekerjaan inspektorat memang melaporkan penyelewangan kepada gubernur lalu ada penyelesaian secara internal. Jadi kalau menunggu laporan dari inspektorat terlalu lama dan bahkan bisa saja tak dilaporkan. Kejati harus berani mengambil dokumen-dokumen itu dari inspektorat," kata Ketua Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri kepada Tribun, Selasa (10/5).

ICW berjanji memantau perkembangan seputar kasus dugaan penyelewengan dana pramuka di Jambi. Jika tidak diserahkan, maka Kejati Jambi harus berani memanggil inspektorat untuk mendapatkan data ini. Sebab, dilihat dari angka, jelas ini sebuah kasus korupsi besar. Apalagi menyangkut institusi pramuka yang seharusnya jauh dari perkara korupsi.

ICW berharap jangan sampai kasus ini berhenti kepada pengembalian dana dan dianggap tak merugikan negara. "Pekerjaan inspektorat memang seperti itu (administratif). Bukan berarti kalau uang dikembalikan lalu pidananya tidak ada. Pidana tetap jalan dong," katanya.

Kejati Jambi akan meminta keterangan dari pihak Inspektorat terkait kasus kebocoran dana Pramuka sebesar miliaran rupiah yang sedang ditangani oleh Inspektorat Provinsi Jambi.

Kepada Tribun Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Jambi Andi Iqbal mengatakan, pihaknya berencana memanggil pihak Inspektorat terkait permasalahan tersebut. "Kita sudah agendakan untuk memanggil Inspektorat, soal kapan waktunya dalam waktu dekat," kata Andi Iqbal ketika dihubungi lewat teleponnya, Selasa (10/5).

Ditambahkannya, persoalan Inspektorat yang terkesan enggan menyerahkan dokumen-dokumen dugaan penyalahgunaan dana tersebut ke Kejati sebelum ada instruksi dari gubernur Andi Iqbal enggan mengomentarinya.

"Kita tidak mau berandai-andai kita lihat dulu perkembangannya seperti apa," kata Andi Iqbal. Sebelumnya menurut Andi Iqbal pihak kejaksaan menunggu inspektorat menyerahkan dokumen-dokumen terkait kebocoran dana pramuka miliaran rupiah tersebut untuk dapat ditindak lanjuti oleh kejaksaan.

Saat ini menurutnya Kejati masih melakukan pengumpulan data untuk mengungkap dugaan korupsi tersebut. Kejaksaan Tinggi Jambi tengah mengusut dugaan penggelapan dana pramuka provinsi yang diperkirakan sebesar Rp 167,2 miliar.

Informasi yang dihimpun Tribun pihak-pihak yang telah dimintai keterangan di antaranya adalah Bendahara Kwarda Pramuka Provinsi Jambi yang kini menjabat sebagai Kepala Biro Ekonomi Pembangunan dan Sumber Daya Alam (Ekbang dan SDA), Sepdinal, serta salah satu petinggi PT Inti Indosawit Subur (IIS).

Aliran dana pramuka yang dikelola melalui kebun sawit seluas 400 hektare oleh Kwarda Pramuka dan dana tersebut, berasal dari kebun sawit yang dimiliki Kwarda Jambi.

Kebun tersebut terletak di Dusun Mudo, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), kerjasama pengelolaanya dilakukan dengan PT IIS salah satu perusahaan perkebunan sawit di Jambi.

Inspektorat Provinsi Jambi menunggu perintah dari Gubernur Hasan Basri Agus terkait tindak lanjut kasus dana Rp 3 miliar milik Kwarda Pramuka Provinsi Jambi. Surat Laporan Hasil Pemeriksaan ke gubernur telah dibuat, namun belum ada balasan.

Apabila telah ada surat balasan gubernur, inspektorat akan menindaklanjuti dengan surat ditujukan ke kwarda, sebagai tindak lanjut. Isi supaya pihak-pihak terkait mengembalikan uang yang digunakan.

"LHP sudah kirim ke gubernur, tinggal tunggu gubernur bilang inspektorat tindak lanjuti," kata Erwan Malik, Kepala Inspektorat Provinsi Jambi di kantornya, kemarin.

Surat perintah balasan dari gubernur, akan dilanjutkan Erwan dengan mengirim surat kepada Kwarda Pramuka. Lebih lanjut, akan dibuat juga surat yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait masalah penggunaan dana supaya segera mengembalikan.
"Dari kwarda nanti baru surati siapa-siapa saja (terkait dana)," lanjutnya.

Erwan sendiri tidak mengetahui mengapa belum ada balasan surat dari gubernur. Dirinya malah bertanya surat tersebut nyangkut dimana. Laporan LHP telah dikirim inspektorat lebih dari seminggu lalu, namun belum ada tindak lanjut.

Belum diketahui oleh inspektorat apakah pihak-pihak pengguna dana tersebut telah mengembalikan. Apabila dana telah dikembalikan maka, ditegaskan Erwan harus disertakan bukti kalau yang bersangkutan telah mengganti uang.

Pihaknya belum mendapatkan bukti, seperti kuitansi penggantian dana. "Belum, bukti belum. Mungkin mereka sudah kembalikan, cuma bukti belum terima ada," lanjutnya.

Inspektorat belum mengajukan laporan ke kejaksaan tinggi. Permasalahan ini disebutkannya merupakan masalah internal, jadi pihaknya menunggu surat yang ditandatangani Wagub Fachrori sebelum action selanjutnya.
"Ini kan internal, tunggu pengembalian," ujar mantan Kadishub Provinsi Jambi ini.

Kejaksaan tinggi, menurut Erwan sejauh ini juga belum mengirimkan surat, begitu juga minta keterangan pemeriksaan. "Kejati tidak ada minta keterangan ke sini," jelasnya.

Namun langkah hukum akan diambil inspektorat provinsi, apabila memang para pengguna dana ini ternyata tidak mengembalikan uang.
Dijelaskan Erwan, inspektorat dalam hal ini merupakan lembaga dengan fungsi pembinaan, bukan lembaga pro-justisi. "Kita ini kan aparat pengawas internal pemerintah, fungsinya pembinaan," katanya.

Perihal jumlah dana kwarda yang bermasalah, mantan kadispenda dan kadishub ini menyebutkan besarnya hanya Rp 3 miliar lebih sedikit. Apa yang dikatakan sebuah LSM, kalau jumlahnya ratusan miliar beberapa waktu lalu, tidak benar.

Dikonfirmasi Tribun via telepon genggam, bendahara Kwarda Pramuka sewaktu penggunaan dana, Sepdinal belum memberikan jawaban. Tiga kali ditelepon, antara pukul 17.00 sampai pukul 19.00, sambungan masuk namun tidak diangkat. Pesan yang dikirim via SMS pun tidak mendapat balasan.



Sumber : Tribun Jambi

Sabtu, 07 Mei 2011

Kasus Pramuka ke Kejati

Wagub : Ditemukan Dana Fiktif di Laporan Keuangan

Fachrori Umar.(F:Dok)

Fachrori Umar.(F:Dok)

JAMBI - Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar memastikan akan melaporkan kasus kobocoran dana Kwarda Pramuka ke kejaksaan. “Sekarang masih kita pelajari, namun karena di dalamnya terdapat kesalahan hukum, kita akan arahkan ke Kejati Jambi,” ujar Fachrori, kemarin.

Dijelaskannya, dalam temuan Inspektorat Jambi pada hasil pemeriksaan tahun 2009 dan 2010 ditemukan kebocoran dana Pramuka senilai Rp 3 miliar. “Kalau sudah begini tentu hukum harus ditegakkan, tentunya Kejati yang akan bertindak atas persoalan ini,” tegasnya. Menurut Fachrori Umar, pihaknya menemukan dana fiktif pada laporan keuangan Kwarda Pramuka. Ia mencontohkan, misalnya adanya temuan pada keberangkatan Kwarda Pramuka. “Yang berangkat 2 orang dibuat 10 orang, yang jelas ada penyimpangan, SPPD fiktiflah,” bebernya. Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo ini memastikan akan melakukan audit kembali pada hasil perkebunan kelapa sawit yang dikelola pramuka sejak pertama kali panen pada tahun 1996 lalu. Namun, untuk sementara pihaknya akan menyelesaikan masalah di dua tahun pada audit inspektorat ini. “Nanti kita audit lagi sejak tahun pertama panen, sejak awal,” kata Wagub.

Seperti diketahui, Kepala Inspektorat Jambi, Erwan Malik sebelumnya sudah memastikan telah terjadi kebocoran dana Kwarda Pramuka Provinsi Jambi. Kepastian ini diperoleh setelah tim yang dibentuk menyelesaikan audit keuangan Kwarda pada pos pemasukan dari hasil pengelolaan kebun sawit seluas 400 hektare di Dusun Mudo, Tungkal Ulu, Tanjungjabung Barat (Tanjabbar) yang dikelola PT Inti IndoSawit Subur. Namun hasil ini hanyalah audit penghasilan pada tahun 2009 dan 2010 saja. Sementara Pimpinan LSM Sembilan, Damhuri, mengatakan penggelapan dana tersebut mencapai angka Rp 167,2 miliar. Dana sebesar tersebut dihitungnya sejak panen perdana pada tahun 1996 lalu hingga September 2010. Ia juga menilai Kwarda Pramuka dinilainya tidak pernah melakukan kegiatan apapun selama keberadaannya. “Adapun kegiatan semuanya dibiayai APBD termasuk infrastruktur dan operasionalnya,” kata dia.

Sebelumnya, Kejati Jambi seperti diungkapkan Kepala Kejati, BD Nainggolan menyatakan pihaknya tengah menyelidiki kasus ini. Saat ini Kejati sedang pengumpulan data (puldata). Informasinya, Kepala Biro Ekonomi Pembangunan dan SDA yang juga sebagai bendaraha Kwarda Pramuka sudah kejati untuk dimintai keterangan. Begitu juga dengan salah satu pimpinan PT IIS yang dimintai data oleh pihak Kejati. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut. (apj)

sumber: metrojambi.com

Minggu, 01 Mei 2011

Guru Diminta Kuasai Ilmu Pramuka Tingkat Dasar



REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Para guru di Sekolah Dasar (SD) diminta menguasai ilmu kepramukaan minimal untuk tingkat dasar agar bisa sejak awal memberikan pembinaan kemandirian bagi anak didik. Kenyataannya sebagian besar guru SD justru belum memiliki kemampuan kepramukaan dasar, kata Wakil Rektor III Universitas Bung Hatta (UBH) Dra Susi Herawati M.Pd pada pembukaan Pelatihan Kepramukaan Dasar Mahasiswa Pendidikan Gurus Sekolah Dasar (PGSD) UBH di Padang, Rabu (16/2).

Padahal, tambahnya, sebagai guru kelas, mereka (para guru SD) tidak hanya bertugas sebagai guru mata pelajaran namun juga sebagai pembina kepramukaan untuk tingkat dasar. Akibat kondisi seperti itu, menurut dia, pendidikan kemandirian yang biasanya diajarkan lewat pendidikan kepramukaan di sekolah tidak bisa dilakukan secara optimal bagi peserta didik sejak dini.

Sementara itu, pendidikan kepramukaan di perguruan tinggi belum dapat dilakukan karena pada fakultas keguruan yang mendidik calon guru tak memiliki mata kuliah khusus pendidikan kepramukaan bagi mahasiswa. Sedangkan di lapangan banyak tuntutan dari sekolah yang mengisyaratkan kepemilikan sertifikasi pembina kepramukaan bagi guru mereka, khususnya di tingkat SD sesuai ketentuan kwartir cabang (Kwarcab) Pramuka, katanya.

Menurut dia, di tingkat pendidikan tinggi pendidikan kepramukaan hanya diajarkan melalui kegiatan ekstrakurikuler Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), sehingga apabila calon guru tidak secara aktif mengikuti kegiatan itu, maka dipastikan tidak akan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup sebagai pembina pramuka bagi muridnya nanti.

Dalam mengatasi masalah ini, maka Fakultas Keguruan harus secara aktif menyelenggarakan diklat-diklat khusus pendidikan kepramukaan bagi mahasiswanya, mulai dari tingkat dasar hingga lanjutan, tambahnya. Dengan ilmu didapat melalui diklat-diklat tersebut, diharapkan saat para calon guru itu terjun sebagai tenaga pendidik, mereka telah memiliki kompetensi yang cukup saat diharuskan menjadi pembina pramuka di sekolah, kata Susi.

Untuk itu, tambahnya, fakultas keguruan juga harus memfasilitasi mahasiswa mereka untuk mengikuti diklat pendidikan kepramukaan diluar jam kuliah karena sulit untuk menambah mata kuliah kepramukaan. Sementara itu, Ketua Pelaksana Pelatihan Kepramukaan Dasar Mahasiswa Pendidikan Gurus Sekolah Dasar (PGSD) UBH, Richard Hamdani mengatakan, pelatihan itu diikuti 165 orang peserta dan berlangsung selama empat hari.

Satu hari kegiatan dilaksanakan di kampus UBH dan tiga hari di Bumi Perkemahan Padang Besi. Ia menjelaskan, pelatihan ini diberikan tidak hanya bagi mahasiswa UBH sebagai calon guru SD, namun juga beberapa guru SD, sebab selama ini banyak guru yang sudah lama mengajar tapi tidak mempunyai kemampuan menjadi pembina pramuka.

Dalam pelatihan yang dilakukan ini, selain diberikan pengetahuan dasar kepramukaaan juga nilai-nilai yang diajarkan lewat kegiatan itu, tambahnya.

sumber: republika.co.id

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys